Surabaya, Media Kalbar
Aliansi Madura Indonesia (AMI) mengkritik bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal dalam membangun sistem pengawasan dan pencegahan korupsi setelah praktik pungutan liar di rumah tahanan KPK terbongkar.
Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI) Baihaki Akbar mengatakan bahwa kasus pungutan liar tersebut menunjukkan betapa buruknya integritas di lembaga antikorupsi tersebut.
“Kejadian ini juga menunjukkan buruknya pengawasan dan kegagalan KPK dalam membangun sistem pencegahan korupsi,” kata Ketua Umum AMI kepada media, Selasa (19/3/2024).
Menurut Baihaki Akbar, KPK seharusnya memahami bahwa rumah tahanan adalah sektor yang rentan terhadap korupsi karena pegawai dapat berinteraksi langsung dengan tahanan.
“Ditambah lagi, praktik suap atau jual beli fasilitas di rumah tahanan bukan hal baru di Indonesia,” katanya.
Aliansi Madura Indonesia (AMI) juga menyayangkan lambatnya proses hukum terhadap kasus pungutan liar ini. Pasalnya, dugaan pungutan liar di rutan KPK sudah terdengar sejak pertengahan tahun lalu.
Baihaki Akbar menegaskan bahwa semua bukti untuk menyelidiki kasus tersebut sudah ada di lingkungan KPK, mulai dari tempat kejadian hingga informasi yang sebelumnya telah diproses oleh Dewan Pengawas.
“Pertanyaannya, mengapa baru sekarang ada tersangka yang ditetapkan?” ujar Baihaki Akbar.
AMI menekankan pentingnya KPK terus mengembangkan proses hukum ini untuk melihat kemungkinan keterlibatan pihak lain selain 15 tersangka yang telah ditetapkan.
“Ketika penyidikan selesai dan sidang dimulai, kami menuntut agar puluhan pegawai KPK ini dihukum dengan hukuman berat, minimal 10 tahun penjara,” tegas Ketua Umum AMI. (*/mk)