Jakarta, CNBC Indonesia – OpenAI diramal bakal merugi. Padahal perusahaan itu yang membuat ChatGPT begitu populer dan membangkitkan teknologi Artificial Intelligence (AI) di dunia.
Kerugian itu karena beban biaya operasional yang terlalu tinggi. Dalam sebuah laporan diperkirakan kerugian bisa mencapai US$5 miliar (Rp 81 triliun) per tahun ini.
Laporan Deadline yang mengutip analisis The Information mencoba memperlihatkan seberapa besar pengeluaran OpenAI. Salah satunya biaya operasional dan melatih AI milik perusahaan mencapai US$7 miliar (Rp 114 triliun), dikutip Kamis (1/8/2024).
Pengeluaran OpenAI lainnya adalah terkait menyewa kapasitas server dari Microsoft untuk maintain ChatGPT. Biayanya sekitar US$4 miliar (Rp 64 triliun).
Biaya lainnya adalah terkait melatih model AI dengan data baru senilai US$3 miliar (Rp 48 triliun). OpenAI juga masih harus mengeluarkan biaya gaji 1.500 karyawannya yang mencapai US$1,5 miliar (Rp 24 triliun).
OpenAI perlu melakukan langkah terbaik untuk keluar dari potensi kerugian besar. Jika tidak memikirkannya, maka OpenAI bisa menghadapi kebangkrutan di masa depan.
Pakar AI dan profesor di NYU, Gary Marcus juga menekankan investor perlu mengetahui apa yang jadi daya tarik OpenAI sekarang. Ini perlu dilakukan mengingat banyak perusahaan lain yang juga menawarkan hal serupa di luar sana.
“Investor harus bertanya: Apa keunggulan OpenAI? Apa teknologi uniknya?” kata pakar AI dan profesor NYU, Gary Marcus, di akun X personalnya.
“Bagaimana strategi meraup untung dari OpenAI? Meta menyediakan layanan yang sama secara gratis. Mereka punya aplikasi ‘pembunuh’ persaingan? Teknologi mereka bisa diandalkan? Apa yang nyata dan hanya demo?” Marcus menambahkan.
(dem/dem)