Pembangunan Laboratorium Kebun Percobaan Politeknik Negeri Ketapang menjadi sorotan setelah tim media menemukan adanya ketidaksesuaian antara kualitas bangunan dengan anggaran yang dialokasikan dari APBN tahun 2024. Dengan nilai kontrak sebesar Rp 199.679.000, proyek ini seharusnya selesai pada tanggal 31 Desember 2024, namun terlihat masih ada tukang yang bekerja di lokasi pada 3 Januari 2025.
Investigasi media juga mengungkapkan bahwa bangunan laboratorium kebun percobaan ini jauh dari standar yang seharusnya, dengan desain yang sederhana dan kurang dari elemen esensial seperti air, listrik, plafon, dan lainnya. Hal ini mengundang dugaan adanya markup anggaran yang mencurigakan, mengingat nilai proyek yang signifikan namun hasil fisik bangunan yang tidak memadai.
Dalam konteks ini, peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Suratmin, dan Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI), Betti, dalam mengelola proyek ini menjadi pertanyaan besar. Aturan bahwa pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum proyek mencapai penyelesaian 100% tampaknya tidak dilaksanakan dengan baik, yang berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pencairan dana APBN.
Demi menjaga integritas dan akuntabilitas, penting bagi Aparat Penegak Hukum (APH), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit mendalam terhadap proyek ini. Hal ini mencakup pengecekan spesifikasi bangunan, proses pembayaran, serta peran pengawas internal dalam pengawalan proyek.
Perbedaan keterangan antara narasumber juga menimbulkan kebingungan, di mana Julian Purnomo menyatakan bangunan sudah selesai sesuai anggaran, sementara Suratmin yang merupakan PPK proyek memberikan keterangan berbeda. Ketidaksesuaian ini semakin memperkuat dugaan adanya masalah dalam pelaksanaan proyek pembangunan laboratorium kebun percobaan Politeknik Negeri Ketapang.