Gerakan boikot terhadap Tesla semakin meluas dan intensitasnya semakin meningkat. Demonstran telah menggeruduk showroom Tesla di banyak negara bagian di Amerika Serikat. Aksi boikot ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kritik terhadap pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh Lembaga Efisiensi Pemerintah di bawah kepemimpinan Elon Musk.
Awalnya, serangan terhadap showroom Tesla hanya dilakukan oleh sekelompok kecil individu, namun setelah Jaksa Agung Pam Bondi bersumpah untuk menindak pelaku vandalisme terhadap Tesla, serta pernyataan Donald Trump yang menyebut aksi tersebut sebagai terorisme domestik, gerakan boikot ini semakin meluas dan mendapat dukungan lebih luas.
Kritik juga ditujukan kepada Elon Musk karena sikap politiknya yang mendukung partai sayap kanan Jerman serta tuduhan tak berdasar terhadap politisi Inggris. Demonstrasi yang digerakkan oleh gerakan “Tesla Takedown” dimulai pada 15 Februari dan terus berlanjut hingga saat ini.
Selain itu, reputasi Tesla juga semakin terganggu akibat opini negatif terhadap Elon Musk. Kepala situs otomotif Edmunds, Jessica Caldwell, menyoroti bahwa konsumen dapat mulai mempertimbangkan opsi mobil listrik dari merek lain selain Tesla akibat perhatian negatif yang mengitarinya. Hal ini diperparah dengan munculnya berbagai produsen mobil lain yang memperkenalkan kendaraan listrik baru ke pasar.
Selain Tesla, layanan internet berbasis satelit Starlink juga mulai terkena dampak dari boikot terhadap perusahaan-perusahaan milik Elon Musk. Banyak pengguna Starlink yang menunjukkan frustasi terhadap sikap politik Musk dan bersedia berhenti menggunakan layanan tersebut. Hal ini memberikan kesempatan bagi layanan internet satelit asal Eropa, seperti Eutelsat dan Viasat, untuk menggantikan Starlink di pasar Eropa.
Dengan demikian, gerakan boikot terhadap Tesla dan Starlink semakin meluas dan memberikan dampak yang signifikan bagi reputasi perusahaan-perusahaan tersebut, serta membuka peluang bagi pesaing mereka untuk menguasai pasar yang tersedia.