Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru-baru ini mengeluarkan kebijakan impor baru yang menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak. Kebijakan ini mencakup tarif impor sebesar 10% ke semua negara, dengan tambahan tarif resiprokal misalnya bagi Indonesia sebesar 32%. Menurut laporan, tarif resiprokal ini didasarkan pada defisit perdagangan yang ada, meskipun ada yang mempertanyakan sumber angka-angka tersebut.
Menurut The Verge, angka tarif berasal dari perhitungan yang disederhanakan yang direkomendasikan oleh AI Chatbot. Ekonom James Surowiecki menemukan bahwa rumus tarif tersebut didasarkan pada defisit perdagangan suatu negara dengan AS dibagi oleh total ekspornya ke AS. Sementara itu, Gedung Putih membantah klaim ini dan akan mempublikasikan rumus yang digunakan.
Beberapa pengguna juga menyadari bahwa berbagai Chatbot seperti Gemini, Claude, atau Grok memberikan rumus yang serupa jika diminta untuk memecahkan defisit perdagangan. Meskipun begitu, Trump menggunakan pendekatan ini karena formulasi yang cepat diperlukan. Media AS, Politico, juga mendukung hal ini. Kontroversi atas kebijakan tarif impor baru ini masih terus berlanjut, dengan harapan agar lebih transparansi dan informasi yang jelas dari pemerintah AS.