Menyadari bahwa tanda-tanda kerusakan Bumi semakin nyata, para peneliti telah menemukan perubahan yang mengkhawatirkan dalam sirkulasi Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) di Samudra Atlantik. Melalui model komputer dan data masa lalu, peneliti telah mengidentifikasi perubahan mendadak dalam AMOC, yang tidak terjadi dalam lebih dari 10 ribu tahun. AMOC, yang merupakan arus teluk penting, bertanggung jawab atas distribusi panas, karbon, dan nutrisi di seluruh Bumi, mempengaruhi pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Menurut penelitian, AMOC telah mengalami penurunan signifikan sejak tahun 1950, mencapai titik terlemah dalam satu milenium. Diperkirakan bahwa perubahan suhu laut mencapai titik kritis antara tahun 2025-2095, meskipun ada penolakan terhadap temuan tersebut dari Kantor Meteorologi Inggris. Keruntuhan AMOC juga diperkirakan akan menyebabkan perubahan musim hujan dan kemarau di Amazon, serta variasi suhu yang tidak stabil di seluruh dunia, dengan wilayah tertentu menjadi lebih hangat atau lebih dingin dari sebelumnya.
Data terbaru dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) menunjukkan bahwa suhu Bumi pada Januari 2025 telah melebihi 1,75 derajat Celsius dari era pra-industri. Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan bahwa Bumi akan melampaui ambang batas pemanasan global 1,5 derajat Celsius dalam 10 tahun ke depan, memberikan urgensi pada upaya pengurangan emisi karbon. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan pentingnya target netral karbon yang lebih agresif untuk mencegah konsekuensi lebih lanjut dari pemanasan global.
Semua ini menunjukkan bahwa perubahan iklim telah menjadi kenyataan yang tidak dapat diabaikan. Masyarakat global harus segera bertindak untuk mengurangi dampak pemanasan global, karena setiap kenaikan suhu kecil dapat memiliki dampak yang besar pada Bumi. Di tengah cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, penting bagi negara-negara untuk bahu-membahu dalam merespons krisis lingkungan global yang semakin mendesak.