Perubahan lanskap ancaman terhadap kedaulatan negara kini makin kentara di tengah kemajuan teknologi komunikasi. Serangan tidak lagi berpola konvensional lewat kekuatan militer, melainkan berlangsung secara tersembunyi melalui manipulasi informasi di ruang maya. Dunia siber telah menjelma arena utama dalam pertempuran pengaruh, tempat narasi dibangun dan opini publik diarahkan untuk mengguncang sendi-sendi demokrasi.
Dalam situasi ini, keterlibatan beragam pelaku menjadi tantangan baru. Baik elemen lokal maupun internasional terlibat secara aktif, sehingga garis pemisah antara ancaman dari dalam ataupun luar semakin kabur.
Pemilu Taiwan 2020: Gambaran Nyata Pengaruh Digital Global
Pemilihan presiden Taiwan tahun 2020 memberikan contoh bagaimana kekuatan asing menggunakan dunia digital guna mempengaruhi hasil politik sebuah negara demokratis. Dugaan kuat mengarah pada intervensi berskala besar dari Tiongkok yang memanfaatkan banyak saluran dan taktik.
Narasi negatif yang menargetkan sistem demokrasi Taiwan diedarkan lewat berbagai medium, mulai dari media resmi yang berpihak ke Beijing, hingga content farm dari luar negeri, khususnya Malaysia, yang memproduksi konten berkualitas rendah hanya agar mendominasi arus berita di platform raksasa seperti Facebook dan YouTube. Tidak sedikit pula influencer lokal Taiwan secara tidak langsung ikut terlibat menyebarkan pesan berbayar yang diinisiasi Beijing.
Banyak pesan konsisten: demokrasi dianggap cacat dan gagal, Presiden Tsai Ing-wen dipojokkan sebagai alat Amerika Serikat, sementara situasi Hong Kong dimanfaatkan untuk mengintimidasi masyarakat akan risiko hidup bebas di bawah demokrasi. Berbagai pesan berantai di aplikasi chatting seperti LINE bahkan menakut-nakuti pemilih dengan informasi palsu tentang bahaya kesehatan, supaya masyarakat enggan datang ke TPS.
Jejak Aktor Non-Negara dalam Kontestasi Siber
Lebih dari itu, strategi intervensi informasi ternyata tidak selalu dijalankan lembaga resmi atau alat negara asal. Pelaksananya banyak juga berasal dari kelompok swasta, perusahaan periklanan, pembuat konten daring, atau influencer yang termotivasi keuntungan ekonomi.
Karena banyak tipe pelaku terlibat, batas antara tindakan yang bersifat dalam negeri dan intervensi asing makin sulit diidentifikasi. Hal ini diamini Broto Wardoyo, Ketua Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, yang menyatakan bahwa ancaman konten digital bisa datang dari manapun—bahkan dari non-negara—dan sangat sulit membedakan asal-usulnya karena sifatnya hibrida.
Konsekuensi Utama: Fragmentasi Sosial dan Kemunduran Demokrasi
Sebarannya yang masif menimbulkan ketidakpastian informasi yang tak jarang berpuncak pada fragmentasi sosial. Warga masyarakat cenderung terperangkap dalam ruang gema digital tempat hanya satu sudut pandang dominan yang terus-menerus diterima. Dalam suasana demikian, keyakinan pada sistem demokrasi melemah, bahkan model pemerintahan otoriter kadang dijadikan patokan stabilitas semu.
Lama-kelamaan, pola semacam ini perlahan-lahan menggerogoti legitimasi politik tanpa menggunakan kekerasan. Indikasinya bisa dirasakan tanpa perlu konflik fisik, tetapi sangat berdampak pada keberlangsungan demokrasi.
Refleksi untuk Indonesia: Pentingnya Menegakkan Kedaulatan Siber
Fenomena seperti yang melanda Taiwan menjadi alarm bagi negara lain, termasuk Indonesia, untuk tidak menganggap remeh ancaman di ranah digital. Cara intervensi dan manipulasi seperti itu dijadikan eksperimen sebelum akhirnya diaplikasikan ke banyak negara dengan demokrasi terbuka.
Dengan tingginya pengguna internet dan intensitas politik daring di Indonesia, peluang terulangnya polarisasi semakin terbuka. Narasi-narasi asing dapat dengan mudah diperkuat melalui jaringan domestik, mengaburkan batas pengaruh mana yang asli dari dalam dan mana yang diimpor dari luar.
Artinya, menjaga kedaulatan digital di Indonesia harus menjadi prioritas, sebab ancaman siber bisa datang kapan saja dan dari siapa saja—terutama saat aktor non-negara asing semakin lihai menembus sekat nasional. Indonesia harus siaga meningkatkan literasi digital, memperkuat regulasi, dan membentengi dialog publik dari manipulasi tersembunyi di balik kecanggihan teknologi masa kini.
Sumber: Ancaman Siber Global: Operasi Informasi Asing, Kasus Taiwan 2020, Dan Tantangan Kedaulatan Negara Di Era Digital
Sumber: Ancaman Siber Makin Nyata! Aktor Non-Negara Ikut Guncang Politik Dunia

