Film Dirty Vote menjadi sorotan karena diluncurkan hanya 2 hari sebelum Pemilihan Umum 2024, di mana masyarakat Indonesia akan memilih presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif. Isi film ini menjadi bahan perdebatan bagi sebagian orang, sehingga akhirnya dilaporkan ke Mabes Polri.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Komunikasi Santri Indonesia (Foksi) akan melaporkan sutradara Dandhy Laksono dan tiga ahli hukum tata negara dalam film Dirty Vote, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, ke Mabes Polri. Mereka menganggap film tersebut merugikan salah satu paslon dalam Pilpres 2024 dan diduga melanggar aturan pemilu.
Peran sutradara dalam sebuah film seperti kapten yang mengarahkan arah film tersebut. Ia bertanggung jawab atas aspek kreatif, mulai dari interpretasi naskah, membangun visi artistik, hingga memimpin kru dan pemain.
Sutradara juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk menjalin kerjasama yang solid dengan seluruh kru. Selain itu, ia juga harus memiliki pengetahuan teknis yang mumpuni, seperti sinematografi, editing, dan tata suara. Kemampuan ini penting untuk memastikan kelancaran proses produksi dan kualitas film yang dihasilkan.
Dandhy Laksono, selain sebagai sutradara, juga seorang jurnalis investigasi dengan latar belakang pendidikan di bidang Hubungan Internasional. Ia juga telah mengikuti beberapa program pendidikan non formal di Amerika Serikat dan Inggris.