Lingkar.co – Tujuh anggota non-aktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2024).
Dalam sidang tersebut, mereka didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
“Para terdakwa sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan memalsukan data dan daftar pemilih, baik sebagai penyuara, pelaku, atau turut serta,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, seperti dilansir dari Antara, Rabu (13/3/2024).
Ketujuh terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.
Selain itu, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Jaksa menyebutkan bahwa para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan valid ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS), DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Para terdakwa juga didakwa memindahkan metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos dengan data dan alamat pemilih yang tidak jelas atau lengkap.
Dalam pembuatan daftar pemilih luar negeri di Kuala Lumpur, para terdakwa menerima Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) sebanyak 493.856 pemilih untuk dicoklit.
Setelah dilakukan coklit, hanya 64.148 pemilih yang berhasil dicoklit dari DP4 tersebut. Pada 5 April 2023, rapat pleno penetapan DPS dilakukan.
Perwakilan partai politik mengeluh karena jumlah pemilih tercoklit sedikit dari total DP4. PPLN Kuala Lumpur kemudian memutuskan data DPS dan menyatakan 491.152 pemilih sebagai DPT.
Setelah DPS ditetapkan, seharusnya diumumkan selama 14 hari untuk mendapatkan tanggapan masyarakat. Namun, PPLN Kuala Lumpur hanya mengumumkan di media sosial.
Para terdakwa melakukan perbaikan data DPS menjadi DPSHP tanpa dasar yang valid. Rapat pleno 12 Mei 2023 menetapkan 442.526 pemilih sebagai DPSHP.
Rapat pleno berikutnya pada 21 Juni 2023, mengalami kebuntuan. Partai meminta penambahan persentase untuk metode suara, namun akhirnya DPT ditetapkan.
Para terdakwa didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.