Pakar kepemiluan, Titi Anggraini menyarankan ke depan harus ada pemisahan pemilu serentak nasional dan lokal.
Pemilu nasional untuk memilih presiden, DPR, dan DPD, sementara pemilu lokal dilakukan dua tahun kemudian untuk memilih kepala daerah dan DPRD.
Pemisahan ini, menurut Titi, bertujuan menjaga siklus politik tetap dinamis serta memberi ruang bagi partai dan pemilih untuk mengevaluasi kinerja politik secara berkelanjutan.
“Berdasarkan evaluasi, penyelenggara pemilu menjadi sangat kerepotan akibat beban teknis dua pemilihan yang amat berat pada waktu bersamaan,” kata Titi lewat keterangan resminya, Selasa, 8 Oktober 2024.
Beban ini, kata Titi, menimbulkan kelelahan politik, menurunkan kualitas rekrutmen politik, dan membuat partai kesulitan menghadirkan politik berbasis gagasan.
Selain itu, Prabowo perlu menghadapi tantangan lain dalam memanfaatkan teknologi pemilu, memastikan keakuratan data pemilih di luar negeri, serta sinkronisasi antara hukum pemilu legislatif, presiden, dan pilkada.
Penegakan hukum, independensi penyelenggara pemilu, dan pengawasan dana kampanye juga menjadi fokus penting yang harus diperbaiki.
Jika reformasi ini berhasil diwujudkan, Indonesia bisa keluar dari biaya demokrasi yang mahal dan sistem yang melelahkan seperti yang dikeluhkan Prabowo pada awal 2024.
“Kita berharap kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah UU Pemilu bisa terwujud dan demokrasi substansial yang adil dan menyejahterakan bisa direalisasikan. Kita perjuangkan dan kawal bersama!” tandas Titi Anggraini.