Dalam artikel yang ditulis oleh Yayan Hidayat, seorang mahasiswa program Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia, The Economist menggambarkan bahwa demokrasi di berbagai belahan dunia sedang menghadapi situasi kegentingan secara sistemik. Indonesia bahkan dikategorikan sebagai ‘demokrasi yang cacat’ atau flawed democracy. Demokrasi global semakin mengalami penurunan signifikan selama lebih dari satu dekade, menunjukkan adanya gelombang balik menuju otoritarianisme.
Globalisasi telah menciptakan tantangan baru bagi demokrasi dengan memudarkan batas-batas negara dan meningkatkan hubungan antar bangsa. Globalisasi ekonomi seringkali mengutamakan kepentingan perusahaan multinasional atas hak asasi manusia. Para sarjana terbagi menjadi tiga kelompok dalam melihat dampak globalisasi, yakni hiperglobalis, transformasionalis, dan skeptis.
David Held mengusulkan gagasan tentang pemerintahan kosmopolitan sebagai solusi atas tantangan demokrasi dalam era globalisasi. Demokrasi tradisional yang berfokus pada negara tidak lagi memadai untuk menangani isu-isu lintas batas yang kompleks. Held menyoroti evolusi demokrasi modern dan tantangan-tantangannya dalam menghadapi globalisasi yang semakin intensif.
Buku “Demokrasi & Tatanan Global: Dari Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan” karya David Held (2004) memberikan gambaran tentang bagaimana demokrasi harus beradaptasi dengan perubahan besar dalam sistem politik dan ekonomi global. Konsep demokrasi kosmopolitan menjaga prinsip keadilan global, hak asasi manusia universal, dan akuntabilitas lintas batas. Held menekankan pentingnya memperkuat institusi global seperti PBB untuk menjaga demokrasi yang inklusif, transparan, dan akuntabel.
