Belanja di supermarket seringkali menjadi pengalaman yang memuaskan, namun dapat mengecoh dengan memenuhi keinginan bukan kebutuhan. Seperti yang dialami oleh Kayla (31) yang awalnya hanya ingin membeli sabun mandi namun pulang dengan keranjang penuh barang. Hal ini menggambarkan pergeseran fokus dari kebutuhan dasar menuju kebutuhan yang lebih tinggi dalam piramida Maslow. Teori Abraham Maslow mendeskripsikan bahwa kebutuhan manusia berkisar dari fisik hingga aktualisasi diri.
Pembelian impulsif bukanlah hal yang jarang terjadi, seperti yang dialami oleh Kayla, dan dapat dipicu oleh faktor eksternal maupun internal, seperti faktor kepribadian seseorang. Kisah Kayla juga memberikan wawasan tentang bagaimana perasaan dan emosi dapat mendorong seseorang untuk membeli tanpa pertimbangan yang matang. Fenomena ini sejalan dengan teori perilaku pembeli yang menekankan pengaruh lingkungan belanja dan strategi pemasaran dalam mengoptimalkan pembelian impulsif.
Selain itu, pembelian impulsif juga dapat mempengaruhi keuangan dan kepuasan pasca pembelian. Oleh karena itu, penting bagi konsumen seperti Kayla untuk mengembangkan strategi pengendalian diri dalam berbelanja, seperti melakukan mindfulness saat belanja dan menetapkan anggaran. Dengan pemahaman akan motivasi di balik pembelian impulsif dan penggunaan strategi pemasaran yang bertanggung jawab, konsumen dapat membuat keputusan pembelian yang bijaksana.
Dengan menggali wawasan dari berbagai teori perilaku pembeli, konsumen dapat meningkatkan kontrol diri dan membuat pilihan yang lebih sejalan dengan nilai-nilai pribadi. Langkah-langkah sederhana seperti mengenali kebutuhan versus keinginan, merencanakan belanja dengan cermat, dan menerapkan konsep self-rationing dapat membantu konsumen mengelola keinginan belanja mereka secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Dengan demikian, konsumen dapat memprioritaskan kebutuhan nyata dan menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan serta kebahagiaan jangka panjang.