Presiden AS Donald Trump menghebohkan publik dengan permintaannya agar raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Nvidia, membayar komisi 15% dari pendapatannya kepada pemerintah AS atas penjualan chip H20 ke China. Larangan awal ekspor chip tersebut oleh Trump pada April 2025 kemudian dicabut pada Juli 2025 sebagai bagian dari kesepakatan dengan China terkait akses logam tanah jarang. Namun, terungkap bahwa Nvidia dan perusahaan chip AS lainnya harus membayar 15% dari pendapatan penjualan chip ke China kepada pemerintah AS.
Dalam menghadapi kritik terkait langkahnya, Trump menyatakan keterbukaannya untuk memperbolehkan penjualan chip canggih Blackwell ke China dengan syarat versi chip tersebut memiliki spesifikasi yang lebih rendah. Hal ini memicu kontroversi di kalangan pemangku kebijakan AS, dengan beberapa pihak menyoroti potensi risiko dan implikasi dari skema pembayaran ini. Kontrol ekspor dianggap sebagai salah satu mekanisme penting dalam menjaga keamanan nasional, sehingga banyak yang menilai langkah Trump berpotensi membuka celah bagi perusahaan membayar pemerintah demi menjual teknologi sensitif AS ke negara musuh.
Representatif dari kedua partai, Republik dan Demokrat, menyatakan keprihatinan terhadap kemungkinan terciptanya model ‘pay-for-play’ dalam transaksi teknologi antara AS dan China. Mereka memperingatkan bahwa tindakan ini bisa memberikan sinyal yang salah terkait prinsip keamanan nasional AS. Meskipun pemerintah Trump menilai risiko keamanan nasional dari penjualan chip H20 ke China minim, tetapi keprihatinan tetap ada.
Menurut Kementerian Perdagangan AS Howard Lutnick, chip H20 Nvidia memiliki standar kelas dunia dan AS dapat diuntungkan jika perusahaan China tetap menggunakan teknologi AS. Namun, keputusan terkait permintaan komisi 15% dari pendapatan penjualan chip ke China masih menjadi topik penelitian dan perdebatan di kalangan pemangku kebijakan AS.
