Gelombang ekuatorial Rossby disebut sebagai pemicu hujan lebat dan banjir yang melanda sebagian wilayah Bali dalam beberapa hari terakhir. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), aktivitas gelombang ekuatorial Rossby di Bali dan sekitarnya menyebabkan peningkatan awan konvektif, yang sering berujung pada hujan intensitas tinggi. Kelimpahan udara di lapisan 500 milibar (mb) dan suhu muka laut selatan Bali yang mencapai 28–29 derajat Celsius juga berkontribusi pada kondisi ini, menjadikan udara lembap dan terangkat, serta menghasilkan hujan lebat di wilayah tersebut.
Gelombang ekuatorial Rossby, atau sering disebut sebagai gelombang Rossby, gelombang baroklinik, gelombang internal, atau gelombang planet, muncul akibat gangguan pada angin zonal di permukaan yang dipicu oleh hembusan angin barat yang kuat (Westerly Wind Burst/WWBs), terkait dengan fenomena Madden–Julian Oscillation (MJO). Kondisi ini dapat menghasilkan kecepatan angin zonal di atas 4 m/s yang berlangsung lama, selama 30–60 hari hingga beberapa bulan. Selain berada di lapisan atmosfer, gelombang Rossby juga terbentuk di perairan laut akibat interaksi rotasi bumi dan gradien tekanan udara, memperkuat pola pembentukan awan hujan di daerah tropis seperti Indonesia.
Gejala ini dipahami oleh ilmuwan meteorologi Carl-Gustaf Rossby pada tahun 1930-an, dan merupakan hasil dari efek Coriolis akibat rotasi bumi dan ketidaksamaan tekanan udara di atmosfer. Gelombang Rossby ciri khasnya bergerak lambat dari barat ke timur dan mempengaruhi pola hujan di wilayah ekuator. Dalam fase aktif, pergerakan angin di lapisan bawah atmosfer jadi labil, dengan udara lembap dari Samudra Hindia dan Laut Jawa berkumpul, bersamaan dengan suhu permukaan laut yang hangat, memunculkan potensi hujan lebat yang tinggi. Gelombang ekuatorial Rossby memainkan peran penting dalam membentuk pola cuaca dan iklim di seluruh dunia.