Menteri BUMN berwenang menentukan siapa yang layak menjadi komisaris dan direksi BUMN atas nama pemerintah. Namun, seharusnya kekuasaan penuh tersebut berada di tangan rakyat sesuai dengan Konstitusi. Dalam Konstitusi, kedaulatan atau kekuasaan mutlak negara seharusnya berada di tangan rakyat, bukan di tangan Presiden atau menteri.
Dalam rezim yang ideal, rakyat seharusnya memiliki kendali langsung atas perusahaan negara melalui prinsip demokrasi ekonomi. Konstitusi UUD 1945 memuat tentang prinsip demokrasi ekonomi, yang salah satunya memuat tentang pembangunan perusahaan koperasi.
Koperasi memungkinkan seluruh rakyat untuk memiliki dan mengendalikan perusahaan BUMN. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN, koperasi tidak diberi kesempatan untuk menjadi bentuk badan hukum bagi BUMN. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang diatur dalam Konstitusi.
Selain itu, UU BUMN juga menekankan keuntungan orienatais, sehingga membuat seluruh BUMN tidak berbeda dengan usaha swasta yang berorientasi pada keuntungan. Dampaknya adalah rakyat menjadi objek eksploitasi bisnis semata.
Selain itu, banyak BUMN yang merugi dan memerlukan bantuan dari pemerintah untuk menyokong keuangan mereka. Sehingga, BUMN seharusnya bekerja untuk kepentingan rakyat dan bukan sebaliknya, dengan keuntungan yang besar yang tidak disumbangkan ke rakyat.
Kajian lebih lanjut diperlukan untuk mempertimbangkan koperasi sebagai alternatif badan hukum layanan publik yang demokratis untuk BUMN. Hal ini untuk mencapai keadilan dan memenuhi prinsip demokrasi ekonomi yang diamanahkan oleh UUD 1945.