Labuan Bajo (ANTARA) – Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo melarang kapal wisata untuk berlayar ke Pulau Komodo Taman Nasional Komodo (TNK) selama enam hari sejak 11-16 Maret 2024 karena cuaca buruk.
Larangan berlayar tersebut karena ada potensi gelombang tinggi dan angin kencang menurut prakiraan cuaca oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
“Ada prakiraan cuaca dengan gelombang dan angin kencang yang harus diantisipasi guna keselamatan,” kata Kepala KSOP Kelas III Labuan Bajo Stephanus Risdiyanto dihubungi di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu.
Selama rentang waktu tersebut, lanjut dia, KSOP Kelas III Labuan Bajo tidak melayani pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) kepada kapal yang ingin berlayar.
KSOP Kelas III Labuan Bajo telah mengeluarkan surat pemberitahuan kepada nakhoda kapal-kapal wisata (Notice to Mariners) tentang larangan berlayar tersebut pada Sabtu (9/3/2024).
Dia menambahkan KSOP Kelas III Labuan Bajo hanya memberikan SPB kepada kapal yang berlayar ke Pulau Rinca yang masih berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Namun SPB diberikan hanya untuk speedboat.
“Kalau kapal phinisi belum bisa karena kemampuan manuvernya terbatas. Namun itu akan menyesuaikan prakiraan cuaca dan laporan di lapangan karena mungkin ada perubahan kedepannya,” katanya.
Dia juga menjelaskan KSOP Kelas III Labuan Bajo akan mengeluarkan penundaan keberangkatan kapal jika cuaca semakin memburuk.
Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem hingga 14 Maret 2024.
“Diharapkan masyarakat tidak panik dan lebih mengantisipasi dampak yang ditimbulkan,” kata Kepala Stasiun Meteorologi Kelas II El Tari Kupang Sti Nenotek di Kupang, Jumat (8/3).
Ia menjelaskan potensi cuaca ekstrem sepekan ke depan disebabkan adanya pusaran angin masuk atau Sirkulasi Siklonik di bagian Barat Daya Australia, sehingga membentuk daerah perlambatan, pertemuan, dan belokan angin di wilayah NTT.
Selain itu, kondisi dinamika atmosfer juga didukung dengan aktifnya fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Equatorial Rossby, serta hangatnya suhu permukaan laut dan kelembapan yang cukup basah di tiap lapisan atmosfer.
Hal itu mengindikasikan pasokan uap air di wilayah NTT cukup signifikan mendukung terjadinya peningkatan pertumbuhan awan hujan yang cukup intensif.
“Sehingga, menyebabkan wilayah NTT berpotensi hujan sedang hingga sangat lebat, bahkan hujan ekstrem yang disertai petir dan angin kencang,” kata Sti.
Potensi cuaca ekstrem ini, ucap Sti, dapat menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti hujan ekstrem, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan puting beliung.
Pewarta: Gecio Viana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024