Lima Permintaan LDII untuk Presiden dan Wapres RI Terpilih

    0

    Jakarta, Media Kalbar

    DPP LDII mengucapkan selamat kepada semua pihak yang telah menyelesaikan tahapan Pemilu Presiden (Pilpres). Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap Pilpres, itu berarti pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan segera dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.

    “Kami keluarga besar LDII di seluruh pelosok tanah air, mengucapkan selamat dan mendukung segala kebijakan pemerintah yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso dalam siaran persnya pada Rabu (24/4). Dia juga mengapresiasi MK dan semua pasangan capres dan cawapres yang menerima hasil sengketa Pemilu karena sikap kenegarawanan mereka.

    Namun, KH Chriswanto mengingatkan bahwa perjuangan panjang Prabowo dan Gibran akan segera dimulai, zaman untuk bekerja dan memikirkan masa depan bangsa. Menurut DPP LDII, ada lima hal yang menjadi prioritas untuk diselesaikan.

    “Pertama, persoalan kebangsaan, pemerintahan Prabowo-Gibran harus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam keragaman. Dengan menanamkan lebih dalam semangat kebangsaan di dunia pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Agar bangsa Indonesia tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki karakter sebagai sumber daya manusia yang unggul,” ungkapnya.

    Masalah kebangsaan lainnya adalah mendorong keadilan sosial agar kesenjangan antar wilayah semakin menyempit, “Kebangsaan saat ini diuji. Indonesia yang beragam suku, agama, dan ras harus semakin bersatu melalui kesejahteraan, bukan hanya karena bekas wilayah jajahan Belanda atau perasaan kesamaan nasib karena dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa. Indonesia modern harus disatukan dengan kesejahteraan dan keadilan sosial,” ujar KH Chriswanto.

    Kedua, LDII melihat bahwa masalah kemandirian bangsa adalah tantangan yang berat, oleh karena itu segala upaya bangsa dan negara diarahkan menuju kemandirian, “Kemandirian di bidang pangan, pertahanan, politik, dan pengelolaan sumber daya alam,” tegas KH Chriswanto. Menurutnya, perubahan iklim dan penyusutan lahan pertanian menjadi tantangan laten yang akan menyulitkan rakyat Indonesia di masa depan.

    Kemandirian dalam bidang pertahanan dan politik sangat penting, hari ini di Eropa dan Timur Tengah terjadi polarisasi akibat globalisasi. Bukan hanya Amerika Serikat dan Eropa Barat yang menentukan arah dunia, sekarang ada kontrahegemoni yang memunculkan berbagai blok sehingga dunia terpolarisasi, “Indonesia sebagai pelopor Gerakan Non-Blok, harus memiliki kemandirian dalam menghadapi geopolitik dan ekonomi dunia,” katanya.

    Kemandirian dalam pengelolaan sumber daya energi dan tambang dapat mendorong Indonesia menjadi negara adidaya, “Pengolahan tambang dan mineral, serta komoditas perkebunan akan membawa Indonesia menuju negara yang kuat dan makmur lagi,” harap KH Chriswanto.

    Ketiga, masalah energi sejak dulu hingga saat ini terus menjadi konflik global. Ia mengatakan bahwa cadangan energi fosil di Bumi Pertiwi semakin menipis, padahal Indonesia kaya dengan energi baru terbarukan, “Matahari bersinar sepanjang tahun, lautan Indonesia yang luas menyediakan energi kinetik dari gelombang laut. Indonesia memiliki 40 persen energi panas bumi. Semua anugerah Allah ini harus dimaksimalkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.

    Energi baru terbarukan bisa menjadikan Indonesia sebagai negara bersih dari polusi meskipun industri terus tumbuh dari tahun ke tahun.

    “Keempat, pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pelestarian lingkungan sangat penting karena generasi muda akan mewarisi Indonesia. Jangan sampai mereka menerima warisan berupa lingkungan rusak yang bisa mengakibatkan kemiskinan alam,” katanya.

    Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar di dunia, jangan biarkan pujian itu hanya tinggal kenangan karena pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dan mengabaikan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

    Kelima, KH Chriswanto meminta semua elemen bangsa bersatu dengan melepaskan paradigma kompetisi, berkolaborasi, dan menjauhi gaya politik populis yang dapat memecah belah bangsa, “Pemerintah dan oposisi harus bekerja sama dengan menjalankan tugas masing-masing. Pemerintah perlu kritikan dan masukan dari oposisi agar pembangunan tetap berjalan sesuai rencana,” katanya.

    Oposisi penting dalam demokrasi dan menjadi penyeimbang dalam iklim demokratis. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa oposisi tidak boleh menciptakan drama hanya untuk kritik semata, apalagi menggunakan komunikasi politik populis yang terbukti memecah belah persatuan bangsa. (*/Amad)

    Source link

    Exit mobile version