Dalam dunia hukum, pengaruh teknologi digital terhadap perubahan nilai dan gaya hidup masyarakat menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Jika tidak diantisipasi dengan baik, berbagai perubahan besar yang terjadi dapat membuat hukum tertinggal, terutama jika hukum tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sosial yang terus berlangsung. Kasus pembunuhan berencana Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) dan Wayan Mirna Salihin adalah contoh bagaimana media massa bisa mempengaruhi opini masyarakat sebelum putusan hakim dibacakan, yang kemudian dapat memengaruhi tingkat kepuasan masyarakat setelah putusan tersebut diumumkan.
Fenomena “trial by the press” yang dilakukan oleh media massa dapat membentuk konstruksi realitas yang seringkali tidak mencerminkan fakta objektif yang diungkap dalam proses pengadilan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Konsekuensi dari pemberitaan yang diarahkan oleh media ini dapat memberikan dampak yang signifikan pada pandangan masyarakat terhadap suatu isu atau peristiwa tertentu. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa berita yang disampaikan oleh media massa bisa membentuk persepsi publik dan pemahaman mereka terhadap suatu topik, termasuk dalam konteks peradilan kasus-kasus besar seperti Brigadir J dan Wayan Mirna Salihin.
Pemberitaan yang terus menerus mengikuti perkembangan kasus pembunuhan ini telah membentuk pandangan masyarakat secara signifikan sebelum pengadilan memutuskan. Meskipun media massa dapat mengungkap fakta-fakta terkait kasus tersebut, penentuan kesalahan atau kebenaran secara hukum tetap menjadi wewenang pengadilan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi, transparansi, dan integritas pengadilan dalam mengambil keputusan, terutama di tengah tekanan opini publik yang terbentuk melalui media massa sebelumnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk mempertanyakan informasi yang diterima dari media dan melakukan verifikasi lebih lanjut sebelum membentuk pandangan atau opini mereka sendiri.