Ketahanan pangan menjadi isu global yang semakin mendesak karena pertumbuhan populasi yang cepat. Negara-negara di seluruh dunia sedang mencari alternatif sumber protein yang ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah. Peneliti sistem pangan dari University of Oxford, Monika Zurek, menyoroti pentingnya mencari solusi untuk mencukupi kebutuhan protein global tanpa meningkatkan dampak lingkungan yang merugikan.
Diet manusia, terutama di masyarakat barat, telah mempengaruhi lingkungan secara signifikan. Industri peternakan sapi, babi, dan ayam terutama telah berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan polusi air. Oleh karena itu, penting untuk mencari alternatif protein yang lebih berkelanjutan.
Salah satu alternatif yang diusulkan adalah memanfaatkan daging ular sebagai sumber protein. Peneliti dari Macquarie University, Dan Natusch, telah melakukan penelitian tentang ular sanca yang diternakkan dan ular liar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ular sanca dapat tumbuh dengan cepat karena memiliki fisiologi yang unik, seperti berdarah dingin dan efisiensi konversi energi yang tinggi.
Meskipun daging ular memiliki potensi sebagai alternatif protein yang ramah lingkungan, masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memahami dampak lingkungan dan nilai gizi yang terkandung dalam daging ular. Meskipun populasi di Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika Selatan, dan Afrika telah mengonsumsi daging ular secara rutin, budaya barat masih perlu terbuka terhadap konsumsi daging ular.
Dengan kemampuannya untuk tumbuh dengan cepat, bertahan saat puasa panjang, dan berpotensi sebagai alternatif protein yang berkelanjutan, ular sanca dapat menjadi solusi bagi tantangan ketahanan pangan di masa depan. Namun, wacana tentang pemanfaatan daging ular sebagai alternatif protein masih harus disertai dengan penelitian lebih lanjut dan pendekatan yang komprehensif untuk memastikan keberlanjutan dan penerimaan masyarakat secara luas.