Dalam sidang perkara pemalsuan data otentik berupa sertifikat tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dua mantan petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Utara, yaitu Rohmat dan Dudung, dihadirkan sebagai saksi. Hakim Ketua Aloysius Priharnoto Bayuaji memastikan kejujuran Rohmat dalam kesaksiannya setelah bersumpah dan membuat berita acara perkara. Selanjutnya, jaksa Rico Sudibyo mulai mempertanyakan Rohmat terkait tugasnya saat melakukan pengukuran tanah atas perintah pimpinan BPN Kota Jakarta Utara.
Rohmat menjelaskan bahwa pada tahun 2004, saat terjadi pengukuran tanah di wilayah Rorotan, ia bertugas sebagai petugas pengukur berdasarkan perintah pimpinan BPN Kota Jakarta Utara karena adanya permohonan dari pemilik sertifikat. Namun, Rohmat mengaku tidak mengenal TS dan JS, pemilik sertifikat tanah yang dimaksud, untuk melakukan verifikasi ulang.
Dalam kesaksian, Rohmat juga menyebut bahwa setelah melakukan pengukuran, tidak ada saksi yang memberikan tanda tangan. Dia hanya menyerahkan hasil pengukuran ke petugas gambar BPN dengan kertas yang sudah ditandatangani. Mengenai adanya nama Abdullah dalam surat berita acara hasil pengukuran, Rohmat menjelaskan bahwa tidak ada tanda tangan saksi setelah pengukuran dilakukan.
Majelis hakim juga menanyakan apakah Rohmat sering bekerja melakukan pengukuran tanah dengan saudara Sinabutar, yang dijawab dengan sering. Dalam dakwaan JPU, tertulis bahwa TS didakwa melakukan tindak pidana pada tahun 2004 di Kantor BPN Jakarta Utara dan PN Jakarta Utara terkait pemalsuan data otentik sertifikat tanah. Terdakwa diduga menyisipkan keterangan palsu dalam akta otentik dengan tujuan untuk memakainya seolah-olah keterangan tersebut benar, yang dapat menimbulkan kerugian.
Tindakan tersebut diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kasus ini menjadi sorotan dalam persidangan di PN Jakarta Utara, dengan menyajikan kesaksian dari mantan petugas BPN sebagai bukti.