Perkembangan teknologi yang pesat di dunia saat ini telah membawa manfaat tetapi juga risiko yang tidak diinginkan. Salah satunya adalah maraknya kasus penipuan yang menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent (AI). Para penjahat siber kini semakin canggih dalam memanfaatkan teknologi AI untuk mencuri dana dari fintech hingga rekening bank.
Menurut laporan dari Forbes, teknologi AI tidak hanya digunakan untuk keperluan produktif tetapi juga sebagai senjata baru bagi sindikat penipuan global. Ada empat modus penipuan AI yang patut diwaspadai masyarakat dan perusahaan. Pertama, penipuan deepfake dan AI dalam serangan email bisnis (BEC). Para penjahat maya menggunakan AI untuk menciptakan video dan audio palsu yang meyakinkan.
Kedua, penipuan asmara dengan memanfaatkan chatbot AI sebagai alat untuk merayu korbannya. Percakapan yang dilakukan terasa begitu alami sehingga sulit dibedakan antara manusia dan bot AI. Ketiga, skema penipuan investasi atau bisnis “pig butchering” dilakukan secara massal dengan AI, dimana pesan-pesan massal dikirim untuk memancing korban.
Terakhir, kasus pemerasan dengan video deepfake semakin marak. Kelompok penjahat mengancam para eksekutif dan pejabat dengan video palsu dan menuntut pembayaran dalam bentuk kripto. Dengan mudahnya akses ke perangkat lunak deepfake, penipuan semacam ini diperkirakan akan meluas dan menyasar korban di seluruh dunia. Dengan ancaman yang semakin canggih, penting bagi masyarakat dan perusahaan untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap modus-modus penipuan berbasis AI.
