Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa kinerja pajak yang turun drastis hingga 41,8 persen (yoy) pada bulan Januari 2025 berpotensi menimbulkan defisit APBN yang melampaui batas 3 persen dan berdampak pada peningkatan utang pemerintah. Diperkirakan bahwa utang pemerintah mencapai Rp10.000 triliun pada akhir tahun 2025, dengan kenaikan utang sebesar 43,5 persen hanya dalam kurun waktu satu tahun. Hal ini juga diperkirakan akan meningkatkan beban bunga utang secara signifikan, yang dapat menyebabkan dampak negatif bagi sektor keuangan dan pengeluaran pemerintah di masa mendatang.
Bhima juga menyoroti bahwa krisis pajak yang terjadi disebabkan oleh masalah dalam implementasi sistem digitalisasi perpajakan terbaru, Coretax, telah menyebabkan ketidakstabilan fiskal. Situasi ini juga berpotensi merugikan peringkat surat utang pemerintah karena kehilangan kepercayaan investor. Diperkirakan bahwa peringkat surat utang pemerintah akan mengalami evaluasi yang berpotensi menurunkannya.
Ia menilai bahwa kinerja keuangan pada awal tahun 2025 merupakan sebuah “rapor merah” bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani dan timnya, yang dinilai gagal dalam mengelola keuangan dan tidak menjalankan disiplin fiskal. Bhima mengungkapkan kekecewaannya terhadap Sri Mulyani, Wakil Menteri, dan Dirjen Pajak karena dianggap gagal dalam mematuhi mandat disiplin fiskal tanpa rencana yang jelas. Mereka juga dinilai tidak berani untuk melakukan perubahan di sektor pajak, yang justru merusak sistem perpajakan yang sudah ada melalui implementasi Coretax yang buruk.