Saat ini tren suku bunga masih tinggi, inflasi belum bisa ditarik ke angka 2 persen,” kata pengamat ekonomi Indef, Nailul Huda, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (17/3). Menurutnya, naiknya PPN otomatis harga kebutuhan pokok akan ikut naik, di tengah situasi ekonomi yang belum stabil. “Hampir semua harga barang akan ikut naik, jadi semakin susah menurunkan kemiskinan, apalagi kemiskinan ekstrem,” katanya.
Nailul Huda juga mengakui, PPN memang sumber utama penerimaan perpajakan negara. Porsinya paling tinggi dibanding penerimaan perpajakan nasional. “PPN (sama dengan PPh Karyawan) merupakan pajak yang sudah tersistem, tidak perlu effort lebih untuk mengcollect pajak,” katanya. “Artinya, PPN merupakan instrumen paling mudah untuk menaikkan penerimaan pajak untuk program pemerintah atau meningkatkan tax ratio,” sambungnya.
Peraturan kenaikan PPN juga sudah tertuang pada Bagian IV pasal 7 ayat 1, bahwa tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Tapi di pasal 3 ada bunyi yang bisa menerapkan tarif PPN dengan rantang tarif 5-15 persen. “Jadi sebenarnya bisa saja tetap di tarif 11 persen, jika pemerintah memang berpihak ke masyarakat. Tapi Airlangga bilang keberlanjutan, artinya naik jadi 12 persen,” tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News. Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.