JAKARTA, Media Kalbar
Sebagai upaya untuk meningkatkan peran perangkat daerah dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD), serta untuk menjaga, melindungi, dan pengelolaan ekosistem mangrove di daerah, telah dilaksanakan rapat koordinasi pusat dan daerah dalam rangka asistensi penerapan program dan kegiatan Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) yang diselenggarakan secara hybrid, berapa waktu lalu di The Acacia Hotel & Resort, Jakarta Pusat.
Rakor tersebut dibuka oleh Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Gunawan Eko Movianto serta dihadiri peserta dari kementerian/lembaga terkait dan Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dari 17 provinsi terpilih.
Dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (20/8), Gunawan mengatakan sesuai dengan hasil pembahasan Rakortekrenbang tahun 2024, 29 provinsi telah merencanakan dan menganggarkan kegiatan rehabilitasi mangrove di luar kawasan hutan dalam dokumen RKPD 2025.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan surat a.n Menteri Dalam Negeri Nomor 119/7464/Bangda Hal Revitalisasi dan Pembentukan Kelompok Kerja Mangrove Daerah tanggal 2 September 2022 kepada gubernur di seluruh Indonesia. Melalui surat tersebut, diminta kepada gubernur untuk dapat menyesuaikan atau merevitalisasi KKMD yang telah terbentuk sebelumnya dengan berpedoman kepada KKMN.
Sementara itu, Asdep Bidang Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kemenkomarves Kus Prisetiahadi menyampaikan dalam penguatan pengelolaan ekosistem mangrove, diperlukan kolaborasi pendekatan pentahelix, yakni adanya kerja sama bahu membahu antara akademisi, masyarakat/komunitas, TNI, sektor swasta, media, dan pemerintah.
“KKMD harus berfungsi dan berdaya guna dalam memberikan manfaat bagi provinsi sehingga harus ditunjang oleh SDM yang memiliki kapabilitas, baik dari segi kualitas maupun pendanaan. Misalkan NGO yang dapat mendukung dalam mencarikan pendanaan dari internasional,” ujar Kus.
Selanjutnya, berkaitan dengan penguatan KKMD, PEH Ahli madya Kementerian LHK Setyo Yuwono menjelaskan pelaksanaan kegiatan penguatan kelompok kerja mangrove serta Forum Peduli Mangrove dilaksanakan melalui pembentukan atau revitalisasi kelembagaan KKMD di 34 provinsi serta penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi KKMD.
Menurut setyo, permasalahan pelaksanaan pengelolaan mangrove di antaranya pelaksanaan kegiatan pengelolaan mangrove di wilayah pesisir masih dilaksanakan terpisah secara sendiri-sendiri oleh masing-masing sektor, belum terkoordinir sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Aksi KKMD sehingga sinergi capaian dalam pengelolaan mangrove sebagai hasil koordinasi dan sinkronisasi serta integrasi para pihak lintas sektor belum nampak secara optimal.
Pada kesempatan yang sama Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau M. Job Kurniawan menyampaikan paparan tentang rehabilitasi ekosistem mangrove di Provinsi Riau. “Salah satu contoh degradasi hutan mangrove terjadi di Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Dampak dari kerusakan ekosistem mangrove adalah instrusi air laut ke perkebunan kelapa milik rakyat sekitar,” jelas Job.
Lebih lanjut, ia mengatakan rusaknya ekosistem mangrove telah menyebabkan intrusi air laut yang berdampak juga pada rusaknya perkebunan kelapa rakyat seluas ± 1.500 ha. Selain itu, dampak dari rusaknya hutan mangrove berakibat pada terjadinya abrasi dan intrusi air laut di wilayah pesisir serta fasilitas sosial rusak.
Ia juga menyampaikan untuk mendukung pemulihan ekosistem gambut, Pemerintah Provinsi Riau melakukan pembentukan Tim Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Riau berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor: Kpts. 871/VIII/2021.
Sementara itu, Kabid Pengelolaan DAS dan RHL Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Mohamad Subiyantoro memaparkan eksistensi dan peran KKMD Kalimantan Timur dalam upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove.
Ia mengatakan prinsip perlindungan dan pengelolaan mangrove di Kaltim di antaranya pengelolaan mangrove bukan hanya tentang restorasi/rehabilitasi, namun juga tentang perlindungan dan konservasi terhadap mangrove eksisting, serta meningkatkan ketahanan terhadap bencana iklim.
Selain itu, peran perempuan diutamakan melalui pemberdayaan dan penguatan kapasitas dalam kegiatan ekonomi serta pengambilan keputusan kelompok, maupun perencanaan desa. Sementara pelibatan pentahelix dalam perencanaan, pelaksanaan, monev, dan pelaporan serta pendanaan sangatlah penting serta adanya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove yang diarusutamakan dalam Dokrenda dan didukung dengan pembiayaan.
Pertemuan ini menghadirkan narasumber dari pusat dan daerah yang membahas tentang program rehabilitasi mangrove nasional, penguatan Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD), rehabilitasi ekosistem mangrove di Provinsi Riau, serta eksistensi dan peran KKMD Kalimantan Timur dalam upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove.
Melalui pertemuan ini, diharapkan dapat tercipta sinkronisasi lintas urusan berkaitan dengan dukungan rehabilitasi mangrove di daerah; sinkronisasi data pusat dan daerah untuk memudahkan dalam strategi pengelolaan mangrove; percepatan penerbitan NSPK kementerian/lembaga teknis yang mendukung pengelolaan mangrove di daerah; terwujudnya pembinaan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di daerah; serta sinkronisasi pelaksanaan program/kegiatan antara pemerintah pusat dan daerah ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. (*/Amad)