Solusi Banjir Perkotaan dengan Konsep “Pemanenan Air Hujan” di Rumah

Date:

Bandung (ANTARA) – “Bandung… Bandung… Bandung, Baheula dilingkung gunung. Bandung… Bandung… Bandung, Ayeuna heurin ku tangtung,” ucap penyanyi Doel Sumbang dalam lagunya berjudul Bandung Kusta.

Dalam penggalan lirik tersebut, Doel menggambarkan bagaimana perubahan yang terjadi pada Bandung selama beberapa dekade, dari yang awalnya dikelilingi gunung, sekarang padat oleh berbagai bangunan.

Kepadatan yang mungkin terjadi juga di kota-kota besar di Indonesia, bahkan sekarang mungkin sudah terjadi juga di kabupaten-kabupaten penyangga kota.

Akibat perubahan drastis tersebut, mengakibatkan berkurangnya lahan terbuka hijau, yang efeknya adalah kerap terjadi bencana alam khususnya dalam aspek hidrometeorologi, seperti banjir.

Khusus di Kota Bandung saja, banjir menjadi masalah serius dan cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2003 terdapat dua kejadian banjir, meningkat di 2005 dengan 14 kejadian, kemudian 2010 dengan 25 kali banjir, dan sejauh ini yang terbanyak pada 2018 ada 54 kali banjir.

Seiring waktu dan perkembangan yang terjadi, Kota Bandung dan Kawasan Cekungan Bandung secara lebih luas lagi, butuh solusi yang memiliki dampak nyata agar banjir teratasi.

Salah satunya adalah mengembalikan daya resap tanah untuk menerima air hujan yang jatuh di permukaan tanah, meskipun lahan tersebut telah berdiri bangunan di atasnya.

Kisah Hadi Nurtjahjo di Arcamanik, Bandung Timur, adalah contoh nyata dari upaya tersebut. Melalui konsep Rain Water Harvesting, Hadi berhasil menciptakan huniannya tanpa limpasan air hujan, menyerap 100% air hujan yang jatuh, dan bahkan menggunakan kembali air tersebut untuk keperluan sanitasi harian.

Dengan sistem yang teliti dan inovatif, Hadi bisa memaksimalkan penggunaan air hujan dengan tangki bawah tanah, kolam retensi, dan sistem pengaliran yang efisien.

Upaya seperti yang dilakukan oleh Hadi perlu dijadikan contoh dan diterapkan lebih luas di masyarakat, agar banjir bisa teratasi dan konservasi air hujan dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Selain itu, program “Hansip Cai” yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menjadi langkah yang penting dalam menangani masalah banjir dengan mereduksi debit run-off air permukaan.

Di samping itu, regulasi yang mewajibkan pembangunan sumur resapan pada setiap izin mendirikan bangunan juga perlu dijalankan dengan lebih ketat oleh pemerintah daerah, untuk memastikan ketersediaan sumur resapan yang cukup untuk menampung air hujan.

Upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan untuk mengatasi masalah banjir dan konservasi air hujan di kota-kota besar seperti Bandung.

Inovasi dan kerjasama antar semua pihak dalam berbagai bidang akan menjadi kunci kesuksesan dalam menjaga lingkungan dan mengatasi dampak perubahan yang terjadi.

Seperti yang diungkapkan dalam lagu Bandung Kusta, sinergi antara pemerintah dan masyarakat adalah kunci untuk memperbaiki keadaan dan mencapai hasil yang diinginkan.

Berita POpuler

Berita Terkait
Related

Magelang Residents Enthusiastically Greet Prabowo Subianto After Merah Putih Cabinet Retreat

Magelang — Indonesian President Prabowo Subianto was warmly welcomed...

Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Seluruh Indonesia: Menelisik Makna dan Tantangannya

Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Seluruh Indonesia, sebuah...

Peran Pemuda dalam Membangun Bangsa di Era Digital: Menjelajahi Potensi dan Tantangan

Peran Pemuda dalam Membangun Bangsa di Era Digital: Menjelajahi...