Dengan kekuatan serikat buruh dan anggota koperasi tersebut, jika anggotanya memang sungguh mampu menangkap kekuatan ideologi kesetaraan koperasi dan mengimplementasikannya secara serius, maka saya yakin akan jadi kekuatan pembaharuan sosial yang signifikan di tanah air.
Hanya sayang, di Indonesia, organisasi gerakan buruh jarang sekali dikaitkan dengan gerakan koperasi. Kedua entitas gerakan ini seakan dalam posisi yang terpisahkan. Gerakan buruh menganggap koperasi hanya semata sebagai bentuk unit aktivitas serikat buruh (trade union) di bidang ekonomi untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya dalam bentuk koperasi karyawan.
Sementara praktik gerakan koperasi yang ada juga banyak yang lemah dalam literasi sejarah bahwa koperasi itu adalah bagian penting dari perjuangan nasib buruh. Keduanya seakan tidak memiliki jalinan strategis ideologis.
Padahal, baik secara historis maupun praktik kekinian, di berbagai belahan dunia keduanya terjalin sangat kuat. Tak hanya terbatas dalam kepentingan taktis ekonomistik, tapi juga dalam konteks perjuangan politik ideologis. Sebut saja misalnya jalinan afiliasi strategis serikat buruh dan koperasi di Inggris yang baru baru ini telah memenangkan pemilihan Perdana Menteri.
Di negara tetangga kita Singapura, keduanya malahan menjadi sublim, membentuk koperasi National Trade Union Cooperative (NTUC) yang kekuatanya bukan hanya mampu membangun konglomerasi bisnis ritel NTUC Fair Price dan koperasi asuransi NTUC Income, tapi berbagai sektor bisnis lainya, namun juga menjadi penopang kekuatan People Partai atau partai Pemerintah Singapura hampir sepanjang masa. Karir Presiden dan anggota parlemen adalah selalu beririsan dengan NTUC ini.
Sejarah berdirinya koperasi pertama sebagai organisasi modern di dunia adalah di kota Rochdale, Inggris yang dirintis oleh 28 orang buruh pengikut pemikiran Robert Owen, pemilik pabrik dan orang terkaya di Manchester yang konon juga merupakan pemimpin gerakan buruh (trade union) terbesar di masa itu. Koperasi tersebut dideklarasikan pada tanggal 21 Desember 1844 dengan nama The Equitable Society of Pioneers of Rochdale atau Pioneer Masyarakat Setara dari Rochdale.
Dinamakan pioneer masyarakat setara karena awalnya para buruh itu kecewa dengan sistem kerja di pabrik tempat mereka bekerja. Mereka tidak dilibatkan oleh pemilik pabrik untuk turut mengambil keputusan perusahaan, tempat dimana mereka menggantungkan nasib hidupnya. Sebagaimana kita pahami, keputusan perusahaan kapitalis itu sepenuhnya ditangan pemilik modal.
Berangkat dari kekecewaan tersebut lalu mereka dirikan satu perusahaan sendiri dengan tegakkan prinsip setiap orang memiliki hak suara sama dalam mengambil keputusan perusahaan, one person one vote. Sebuah sistem yang menjadi ciri khas pembeda dengan praktik korporat kapitalis yang berlaku hingga saat ini.
Pioner Rochdale itu kumpulkan modal bersama selama satu tahun sebesar 16 pounds. Kemudian dibelanjakan kebutuhan sehari hari berupa gula, gandum, oat, mentega dan lilin untuk penuhi kebutuhan anggota koperasi. Toko pertama ini awalnya hanya buka dua jam di malam hari dan hanya di hari Sabtu dengan penerangan lilin di tempat yang mereka sewa di Gang Toadland 33. Dalam enam tahun, pada tahun 1850 dilaporkan anggota tumbuh menjadi 390 orang dan penjualan sebesar 13.179 pounds dan tahun 1860 menjadi 3.450 anggota dan volume penjualan 152.063 pounds (Thompson, 1994).
Selain dikelola oleh mereka sendiri secara bergiliran, diawasi bersama secara demokratis, koperasi ini juga terapkan sistem pembagian keuntungan secara adil tidak hanya berdasarkan pada besaran modal yang diinvestasikan, tapi juga berdasarkan pada besar pembelanjaan. Slogannya adalah buy more, get more.
Dari toko kecil yang dirintis para buruh di Rochdale itu akhirnya meluas menjadi inspirasi bagi pengembangan koperasi di seluruh dunia. Seorang pengacara Hermann Schulze-Delitsch (1808-1883) dan juga seorang Walikota dari Heddesdorf, Jerman, Friedrich W. Raiffeisen (1818-1888) mengembangkan koperasi di sektor keuangan dengan konsep bank yang dimiliki oleh nasabahnya yang saat ini terkenal sebagai Credit Union. Dimana istilah Union itu juga diinspirasi oleh keberadaan trade union (MacPherson, 1994).
Secara spesifik bahkan dalam kaitanya dengan buruh, seorang Pastur dari Ordo Jesuit, Jose Maria Arismendiarrieta (1915-1976) di Basque, Spanyol menginspirasi 5 orang anak lulusan sekolah teknik untuk dirikan koperasi pekerja (worker cooperative) yang bernama Mondragon pada tahun 1957. Konsepnya adalah para buruh dirikan perusahaan mereka sendiri dengan konsep pengambilan keputusan setara bagi setiap buruh. Sehingga mereka secara tegas mengatakan bahwa setiap yang bekerja adalah bos dari perusahaan. Kesetaraan inilah juga yang membuat penetapan di statuta perusahaan untuk membatasi rasio gaji bagi jabatan tertinggi dan terendah di koperasi ini hanya maksimal 6 kali lipat saat ini.
Koperasi saat ini telah berkembang di berbagai sektor baik itu pemenuhan kebutuhan sehari hari, industri, pertanian, peternakan, kehutanan, hingga layanan sosial dan layanan publik seperti kebutuhan listrik, rumah sakit dan pendidikan. Dari 300 koperasi besar dunia yang dirilis oleh organisasi gerakan koperasi dunia, International Co-operative Alliance (ICA) awal tahun 2024, kekayaannya adalah sama dengan 37 ribu triliun rupiah atau sebesar PDB (Produk Domestik Bruto) negara Italy.
Pada tahun 2016, koperasi diakui oleh UNESCO sebagai warisan bukan benda dunia. Lalu dalam sidang umum PBB tahun 2023 juga telah dikeluarkan resolusi nomor A/78/L.71 yang jadikan tahun 2025 sebagai Tahun Koperasi Internasional (International Year Co-operative) dan mendorong bagi seluruh anggota PBB untuk mempromosikan koperasi sebagai implementasi signifikan bagi pencapaian Sustainable Development Goal (SDG’s).
Koperasi Kita
Koperasi di Indonesia, walaupun seringkali disebut sebagai tiang utama ekonomi, kenyataannya dalam 10 tahun terakhir putaran bisnisnya jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 1,14 persen. Jangankan sebagai tiang utama, sebagai tiang pinggiranpun belum terjadi. Koperasi hanya indah dalam pidato dan slogan. Masalahnya, pemerintah sebagai pemegang kebijakan ekonomi bukan mendorong bagi tumbuh berkembangnya koperasi secara signifikan namun justru banyak mematikan koperasi. Kata pembinaan koperasi justru menjadi afirmasi bagi proses pembinasaan koperasi dan kebijakan yang ada justru diabdikan bagi tumbuh suburnya sistem korporat kapitalis (Suroto, 2023).
Contoh pembinasaan koperasi yang paling terlihat nyata misalnya adalah kebijakan KUR (kredit Usaha Rakyat). Kredit program berupa pemberian subsidi bunga yang jumlahnya puluhan trilyun rupiah setiap tahunya ini hanya diberikan kepada Bank, dan bukan untuk koperasi. Padahal, usaha koperasi kurang lebih 70 persen masih berada di sektor simpan pinjam. Tak hanya subsidi bunga, namun pemerintah berikan fasilitas kepada bank berupa penjaminan simpanan, modal penyertaan, dana penempatan, subsidi imbal jasa penjaminan, dan kalau bangkrut ditalangi oleh negara.
Tapi semua itu tidak diberikan kepada koperasi simpan pinjam yang sama sama sebagai lembaga keuangan. Sehingga akibatnya koperasi simpan pinjam/Credit Union tidak berkembang pesat di tanah air.
Tak hanya sistematik dibunuh melalui kebijakan program, tapi juga secara regulasi koperasi sudah didiskriminasi. Koperasi tidak boleh masuk sektor bisnis seperti rumah sakit, tidak boleh jadi badan hukum investasi asing dan BUMN.
Bahkan tanpa alasan filosofis yang memadai, orang yang akan berkoperasi sengaja dihambat dengan dibatasi hanya boleh didirikan minimal 9 orang (UU Cipta Kerja). Padahal di negara yang koperasinya maju, orang diperkenankan dirikan koperasi minimal 2 orang.
Upaya Strategis
Tahun 2025, sebagai tahun koperasi internasional adalah saat yang tepat untuk jadi bahan perenungan bersama, bagaimana agar gerakan koperasi dan gerakan buruh itu menjadi instrumental bagi proses lakukan perubahan dan tempatkan gerakan koperasi dan gerakan buruh sebagai kekuatan politik ekonomi serta gerakan perubahan sosial di tanah air.
Saatnya kita secara bersama sama, seluruh masyarakat sipil bangkit dan menyadari betapa penting koperasi dan gerakan buruh ini. Seluruh selubung persoalan gerakan koperasi baik dalam konteks regulasi, kebijakan harus kita dorong untuk dibongkar. Sembari lakukan konsolidasi internal untuk memperkuat diri.
**Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR Federation)
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.